“Pajak Yang Berlebihan Adalah cara Paling Biadab Untuk Mempertahankan Peradaban, Begini Uraiannya Menurut Syariat ”

Pajak Berlebihan: Ketika Peradaban Ditegakkan di Atas Penderitaan Rakyat

> “Pajak Yang Berlebihan Adalah cara Paling Biadab Untuk Mempertahankan Peradaban, Begini Uraiannya Menurut Syariat ”

Dalam pandangan Islam, keadilan bukan hanya sebuah nilai — tapi pilar utama kehidupan berbangsa dan bernegara. Ketika sistem perpajakan tidak lagi dibangun atas dasar keadilan, melainkan menjadi alat penindasan yang sistemik, di sanalah peradaban mulai kehilangan ruhnya.

Pajak dalam Sejarah Islam: Simbol Tanggung Jawab, Bukan Beban

Dalam sistem Islam, pajak bukanlah sesuatu yang asing. Ada zakat, jizyah, dan kharaj, yang kesemuanya memiliki tujuan sosial dan spiritual: membantu fakir miskin, membiayai pertahanan, dan membangun keseimbangan ekonomi. Namun semua itu dikenakan dengan prinsip proporsional, ringan, dan manusiawi.

Khalifah Umar bin Abdul Aziz, misalnya, menolak memeras rakyat dengan pajak tinggi. Ia justru menurunkan beban pajak dan memperbaiki distribusi kekayaan. Hasilnya? Dalam beberapa tahun, hampir tak ada lagi orang yang layak menerima zakat karena kemiskinan telah ditekan sedemikian rupa.

Ketika Negara Menjadi Pemalak Rakyat

Sayangnya, dalam banyak sistem modern, pajak kadang berubah menjadi alat pemalakan terselubung. Rakyat kecil dikenakan beban yang berat, sementara golongan kaya dan penguasa sering kali mendapat keringanan atau bahkan fasilitas mewah dari uang rakyat. Ini bukan lagi keadilan, tapi eksploitasi.

Islam menentang setiap bentuk penindasan, termasuk menindas ekonomi rakyat lewat pajak yang berlebihan. Ada riwayat dari jalur sahabat Uqbah ibn Amir al-Juhaniy dari Rasulullah ﷺ dengan redaksi berikut:

لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ صَاحِبُ مَكْسٍ
Tidak akan masuk surga pemungut pajak.(HR. Abu Daud)

Dari jalur sahabat Ruwaifi’ ibn Tsabit dari Rasulullah ﷺ dengan redaksi berikut:

رُوَيْفِعَ بْنَ ثَابِتٍ، قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «صَاحِبُ الْمَكْسِ فِي النَّارِ»
Dari Ruwaifi’ ibn Tsabit berkata: “Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: “Pemungut pajak adalah ahli neraka”.

Imam al-baqawi menjelaskan hadits di atas sbb : 

قال البغوي في شرح السنة (١٠/ ٦٠ - ٦١):
أراد بصاحب المكس: الذي يأخذ من التجار إذا مرُّوا عليه مكساً باسم العشر، فأما الساعي الذي يأخذ الصدقة، ومن يأخذ من أهل الذمة العُشر الذي صُولحوا عليه، فهو محتسب ما لم يتعد، فيأثم بالتعدي، والظالم، والله أعلم.
Dikatakan oleh Imam al-Baghawi dalam Syarh al-Sunnah (10/60-61):
Yang dimaksud dengan shāḥib al-maks (pemungut pajak haram) adalah orang yang mengambil sesuatu dari para pedagang ketika mereka melewati wilayahnya, dengan nama maks atau pungutan yang disebut sebagai ‘usyur (sepuluh persen atau sejenisnya).

Adapun petugas zakat (sā‘i) yang mengambil zakat dari kaum Muslimin, atau orang yang mengambil ‘usyur dari Ahli Dzimmi sesuai perjanjian yang telah disepakati, maka mereka dianggap melaksanakan kewajiban syar‘i selama tidak melampaui batas.

Namun jika mereka melampaui batas, maka mereka berdosa karena kezalimannya — dan Allah-lah yang lebih mengetahui.

Nah perhatikan kata-kata Imam Al Baghawi!! yang harus digarisbawahi yaitu kata "melampaui batas" ( dalam menjalankan dan menetapkan kadar pajak) jelas tetap berdosa karena mereka berjalan di atas kezaliman

Jadi..., Peradaban yang Sejati Tidak Dibangun dari Penderitaan

Peradaban sejati bukanlah soal infrastruktur, gedung tinggi, atau angka pertumbuhan ekonomi yang impresif. Islam mengajarkan bahwa peradaban dibangun dari akhlak, keadilan, kesejahteraan umat, dan perlindungan terhadap yang lemah.

Jika untuk mempertahankan peradaban, rakyat harus dikuras lewat pajak yang tak wajar — maka itu bukan kemajuan, tapi kehancuran yang dibungkus kemegahan.
---
Penutup

Islam tidak anti pajak. Namun Islam menolak keras sistem yang menjadikan rakyat korban demi memperkaya elite. Maka kita perlu bertanya ulang:
Apakah pajak hari ini masih adil? Atau justru menjadi cara paling biadab mempertahankan peradaban yang sudah kehilangan jiwa, orang orang yang melihat hal ini dengan hati nuraninya dia akan memberikan suatu kesimpulan bahwa ini adalah kezaliman yang nyata Mari kita tinggalkan! Setidaknya tidak mendukung pajak yang mengandung kezaliman yang terselubung dengan bungkus kebaikan.l

Penyusun : Ahmad Hikam Suni 

Komentar

Postingan Populer